Laporan Praktikum Titrasi Asam Basa




TITRASI ASAM - BASA
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
Disusun guna memenuhi tugas praktikum bab 2




Disusun Oleh :
Intan Wahyu Ningsih (13)





KELAS XI G MIPA
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BATANG
TAHUN PELAJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kimia tentang titrasi asam-basa.
Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai penjelasan tentang titrasi asam-basa, khususnya titrasi CH3COOH dengan KOH. Adapuan tujuan kami menulis laporan ini yang utama untuk memenuhi tugas sekolah dari guru pembimbing kami, selain itu tujuan kami juga untuk mengetahui lebih rinci mengenai titrasi asam-basa.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada yang telah meluruskan praktikum kami. Kami menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan laporan kami ini untuk ke depannya. Semoga  laporan  ini  bermanfaat  bagi  kita  semua  terutama  bagi  pembaca khususnya siswa-siswi SMA Negeri 1 Batang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.












Batang, 4 Januari 2016



Penulis




DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR…………………………………………..…………………………....…..ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
1.2. Tujuan………………………………………..……………………………………………….2
1.3. Manfaat……………………………………………………………………………………….2
BAB II LANDASAN TEORI……………………….................……………………………………………………….……3
BAB III METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan…...………………………………………………………………………….7
3.2. Cara Kerja……………………………..……………………………………………………..7
BAB IV DATA PENGAMATAN DAN ANALISA
4.1. Data Pengamatan…………………………………………………………………………….8
4.2. Pertanyaan dan Jawaban………………………………………………..…………………11
4.3. Pembahasan……………………………………..…………………………………………..12
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan……………………………………..………………..………………………….14
5.2. Saran……………………………………………………………...…………………………14
LAMPIRAN……………………………………………………………..………………………15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...……………………….16








BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pernahkah kalian memperhatikan botol–botol cuka yang ada di rumah, di warung, di toko, atau di lingkungan sekitar kalian? Apakah semua kadar cukanya sama? Tentu saja tidak. Untuk mengetahui kadarnya, kalian dapat menggunakan metode titrasi.
Titrasi merupakan prosedur analisis suatu larutan asam-basa yang belum diketahui konsentrasinya. Titrasi dilakukan dengan memasukkan sejumlah larutan asam yang belum diketahui konsentrasinya ke dalam erlenmeyer. Kemudian, titran (zat pentitrasi) berupa basa ditambahkan sedikit demi sedikit hingga tercapai titik ekuivalen. Pencapaian titik ekuivalen akan terjadi saat konsentrasi OH sama dengan konsentrasi H atau pH larutannya = 7 (netral). Setelah itu, kelebihan sedikit saja zat titran akan menyebabkan perubahan pH dengan cepat dan mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada indikator.
Saat terjadi perubahan warna pada indikator, proses titrasi harus dihentikan. Saat inilah titik akhir titrasi terjadi. Dalam percobaan, titik akhir titrasi diharapkan sama dengan titik ekuivalen. Semakin jauh jarak titik akhir titrasi dengan titik akhir ekuivalen, semakin besar kesalahan titrasi. Oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar titik akhir titrasi mudah diamati.
Pada umumnya, titrasi digunakan untuk mengetahui atau menentukan konsentrasi suatu larutan , baik asam maupun basa. Selain itu, titrasi juga digunakan untuk menentukan kadar (kemurnian) suatu zat. Dalam kehidupan sehari-hari, titrasi banyak diterapkan. Salah satu penerapan titrasi yang sering dijumpai adalah penentuan kadar asam asetat atau yang dikenal dengan cuka. Cuka merupakan asam lemah dengan rumus senyawa CHCOOH. Produk cuka dari suatu perusahaan yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda kadarnya. Untuk mengetahuinya, cara yang mudah dilakukan adalah dengan titrasi. Dalam melakukan titrasi, dibutuhkan suatu larutan yang dapat dijadikan sebagai acuan atau standar primer dengan syarat sebagai berikut:
  1. Zat tersebut harus 100 % murni
  2. Zat tersebut harus stabil, baik pada suhu kamar atau saat pemanasan. Standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang
  3. Mudah diperoleh
  4. Standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan pada waktu penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam jumlah yang kecil
  5. Zat tersebut harus memenuhi persyaratan teknik titrasi
Berdasarkan sifat larutan standarnya, titrasi dibedakan menjadi asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri merupakan reaksi penetralan yang menggunakan larutan baku asam sebagai titran, sedangkan alkalimetri merupakan reaksi penetralan yang menggunakan larutan baku basa sebagai titran. Salah satu analisis alkalimetri adalah titrasi basa terhadap asam cuka (asam asetat). Reaksi antara kalium  hidroksida (NaOH) dengan asam asetat akan menghasilkan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat sehingga titik ekuivalen terjadi pada pH > 7.
Analisis asam asetat dalam dunia industri bertujuan untuk memberikan informasi kesesuaian kadar asetatpada label botol dengan kenyataannya. Selain untuk menentukan kadar asam asetat, titrasi asam basa juga digunakan dalam dunia Farmasi, yaitu untuk menguji kemurnian sampel acidum acetylsalisilicum atau biasa di sebut acetosal atau aspirin yang berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiinflamasi, dan antikoagulan.

1.2. Tujuan

1. Menentukan konsentrasi dan kadar larutan CH3COOH dalam larutan KOH 1 M dengan menggunakan titrasi asam-basa.
2. Mengetahui titik ekuivalen dan titik akhir titrasi-basa.

1.3. Manfaat

Pengetahuan siswa menjadi lebih bertambah dalam menentukan konsentrasi asam/basa dari suatu larutan yang diujikan sehingga diharapkan dapat bermanfaat pada kehidupan sehari-hari.










BAB II

LANDASAN TEORI


            Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Sukmariah, 1990).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1.Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui    kemurniannya.
2.Harus stabil.
3.Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air,
  
         tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini:
                 atau:
Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui molaritasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua volume (Brady, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dengan rumus :
Keterangan :
MA  = Molaritas sebelum pengenceran
VB  = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas setelah pengenceran
nA  = Valensi asam
nB  = Valensi basa (Keenan, 1991).

Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit. Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif.  Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan  sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar, 1990).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
                 tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
     yang pasti dalam reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).
Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Volumetri dapat dibagi menjadi:
1. Asidi dan alkalimetri
2. Oksidimetri
3. Argentometri
Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
     Misal:
               HCl  +  NaOH                NaCl  +   H2O
Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal :
    asam asetat dengan NaOH.
               CH3COOH  +  NaOH                 CH3COONa  + H2O
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
     Misal : NH4Cl dan HCl
               NH4OH  +  HCl                   NH4Cl  +  H2O
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.  
     Misal : asam asetat dan NH4OH
               CH3COOH  +  NH4OH                     CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam berat dalam biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan keracunan akut dan khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut (Keman, 1998). Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai Kenjeran Suraba ya, mengandung logam berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang dari Pantai Keputih Surabaya, mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain yang dilakukan dengan metode yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan dan kerang di Pantai Kenjeran Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium dalam daging kerang adalah 1,21 ppm (Sukmariah, 1990).
















BAB III

METODOLOGI

3.1.  Alat dan Bahan

-          Pipet tetes
-          Gelas ukur
-          Beker gelas
-          Tabung reaksi 1
-          Botol semprot
-          Cuka / asam asetat / CH3COOH
-          Kalium Hidroksida / KOH 1 M
-          Air / H2O
-          Indikator phenolphthalein

3.2. Cara Kerja

1. Masukan cuka (CH3COOH)  sebanyak  2 ml kedalam gelas ukur, kemudian tambahkan air (H2O) sampai larutan dalam gelas ukur menunjukkan 10 ml.
2.  Ambil larutan cuka menggunakan pipet tetes, kemudian teteskan sebanyak 20 tetes pada tabung reaksi.
3. Tambahkan 5 tetes Indikator phenolphthalein (PP) pada tabung reaksi.
4. Ambil larutan KOH menggunakan pipet tetes, kemudian teteskan sampai larutan berubah menjadi merah ungu.
5. Hitung tetesan larutan KOH tersebut, kemudian catat hasilnya dalam table pengamatan.
6. Ulangi langkah 2 sampai 5 sebanyak 5 kali.















BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN ANALISA


4.1. Data Pengamatan

No.
Larutan Cuka
Larutan KOH (1 M)
Indikator  Phenolphthalein (PP)
1.
20 tetes
6 tetes
5 tetes
2.
20 tetes
10 tetes
5 tetes
3.
20 tetes
13 tetes
5 tetes
4.
20 tetes
14 tetes
5 tetes
5.
20 tetes
15 tetes
5 tetes



a.       Data nomer 1
Cuka (CH3COOH)     =         KOH
M1 . V1 . ev1    =          M2 . V2 . ev2
            M1 . 20 . 1       =          1 . 6 . 1
                        M1          =          6/20
                        M1          =          0,3
            M1          =   
            0,3        =
            0,3        = 1/3 .
                     = 0,.9
b.      Data nomer 2
Cuka (CH3COOH)     =         KOH
M1 . V1 . ev1     =         M2 . V2 . ev2
M1 . 20 . 1       =         1 . 10 . 1
            M1       =         10/20
            M1       =         0,5
M1       =   
            0,5       =
0,5       = 1/3 .  %
%         = 1,5
c.       Data nomer 3
Cuka                =         KOH
M1 . V1 . ev1     =         M2 . V2 . ev2
            M1 . 20 . 1       =         1 . 13 . 1
                        M1          =         13/20
                        M1          =         0,65
            M1          =   
            0,65      =
            0,65      = 1/3 .
                     = 1,95
d.      Data nomer 4
Cuka                =         KOH
M1 . V1 . ev1     =         M2 . V2 . ev2
M1 . 20 . 1       =         1 . 14 . 1
            M1       =         14/20
            M1       =         0,7
M1       =   
            0,7       =
0,7       = 1/3  . %
%         = 2,1
e.       Data nomer 5
Cuka                =         KOH
M1 . V1 . ev1     =         M2 . V2 . ev2
M1 . 20 . 1       =         1 . 15 . 1
            M1       =         15/20
            M1       =         0,75
M1       =   
            0,75     =
0,75     = 1/3  . %
%         = 2,25

f.       Dari data nomer 1 sampai 5, diperoleh data sebagai berikut :
Rata-rata larutan cuka (CH3COOH) =  = 20 tetes
Rata-rata larutan  KOH =  = 11.6 tetes
Sehingga rata-rata konsentrasi dan kadar cuka (CH3COOH) adalah :
Cuka                =         KOH
M1 . V1 . ev1     =         M2 . V2 . ev2
            M1 . 20 . 1       =         1 . 11,6 . 1
                        M1          =         11,6/20
                        M1          =         0,58
            M1          =   
            0,58      =
            0,58      = 1/3 .
                     = 1,74

4.2. Pertanyaan dan Jawaban

a. Pertanyaan
1. Berapakah konsentrasi larutan KOH yang sebenarnya?
2. Mengapa cuka perlu diencerkan sebelum dititrasi?
3. Jelaskan alasan digunakannya indikator fenolftalein?
4. Berapakah konsentrasi cuka yang beredar di pasaran? Samakah hasil perhitungan anda dengan kadar cuka yang tercantum pada label kemasannya?
b. Jawaban
1. 1 M.
2. Agar saat proses titrasi tidak memerlukan KOH terlalu banyak sehingga lebih praktis dan teliti, waktu yang digunakan dalam proses titrasi lebih cepat.
3. Karena indikator fenolflatein tidak mempengaruhi titrasi itu sendiri, tapi hanya mempengaruhi proses titrasi yaitu menjadi warna merah muda jika telah mencapai titik titrasi.
4. 15 % tidak sama.


4.3 Pembahasan

Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang di butuhkan untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan lain.
Pada percobaan ini kami menentukan molaritas serta kadar KOH dengan menggunakan proses titrasi antara larutan CH3COOH sebanyak  20 tetes dengan larutan KOH 1 M. 20 tetes larutan CH3COOH di masukkan ke dalam tabung rekasi lalutambahkan 5 tetes indikator PP, lalu ditetesi dengan larutan KOH yang sudah disediakan dalam gelas beker setetes demi setetes sampai ekuivalen atau habis bereaksi.
Titik ekuivalen  dapat diketahui dengan bantuan larutan PP ,kisaran warna yaitu tidak berwarna sampai merah ungu, yakni apabila tak berwarna berarti sifatnya asam dan jika berwarna merah ungu berarti basa. Jika larutan sudah ekuivalen maka, larutan akan mengalami perubahan warna paling awal, dan warnanya sangat muda dan cerah saat itulah titrasi dihentikan. Saat larutan menunjukkan perubahan warna paling awal itulah yang disebut titik akhir titrasi.
Pecobaan 1 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets ditambah larutan KOH 6 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam  tabung reaksi berubah warna menjadi  merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan seperti diatas, diperoleh 0,3 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 1 %.
Percobaan 2 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets ditambah larutan KOH 10 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam tabung reaksi berubah warna menjadi merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan seperti diatas, diperoleh 0,5 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 1,67 %.
Percobaan 3 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets ditambah larutan KOH 13 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam tabung reaksi berubah warna menjadi merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan pada tabel diatas, diperoleh 0,65 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 2,17  %.
Percobaan 4 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets ditambah larutan KOH 14 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam tabung reaksi berubah warna menjadi merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan seperti diatas, diperoleh 0,7 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 2,33 %.
Percobaan 5 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets ditambah larutan KOH 10 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam tabung reaksi berubah warna menjadi merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan seperti diatas, diperoleh 0,75 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 2,5 %
Rata-rata dari percobaan 1 sampai 5 :
Larutan cuka sebanyak 20 tetes jika ditambah dengan Indikator  phenolphthalein sebanyak  5 tetets dan ditambah larutan KOH 11,6 tetes, maka akan menyebabkan larutan dalam tabung reaksi berubah warna menjadi merah ungu. Dan dengan melakukan  perhitungan seperti diatas, diperoleh 0,58 M cuka dan peresentasi larutan cuka dalam tabung reaksi tersebut adalah 1,74 %      
                                                                                                





                                  

   


 

 

 

 

 

 

 

 

 




BAB V

PENUTUP


5.1. Kesimpulan

1. Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa (habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan yang disertai perubahan warna indikator.
2. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator
3. Indikator PP perlu ditambahkan kedalam larutan karena supaya mengetahui perubahan warna yang terjadi pada titik ekivalen
4. Persamaan reaksi untuk percobaan diatas:
 Asam lemah + basa kuat
CH3COOH  + NaOH à NaCH3COO + H2O

5.2. Saran

1. Tingkatkan ketelitian mata agar saat perubahan awal terjadi, segera hentikan penetesan, sehingga warna yang dihasilkan tidak pekat.
2. Ketetapan pembuatan larutan KOH 1 M dan CH3COOH pada proses penimbangan sangat diperhatikan.















LAMPIRAN

 

Description: H:\Camera\IMG_20160127_101842.jpg  Description: H:\Camera\IMG_20160127_102230-1.jpg


Description: H:\Camera\IMG_20160127_102222.jpg Description: H:\Camera\IMG_20160127_103045.jpg Description: H:\Camera\IMG_20160127_103822-1.jpg Description: H:\Camera\IMG_20160127_104136.jpg 
Description: H:\Camera\IMG_20160127_103234.jpg           Description: H:\Camera\IMG_20160127_102249.jpg  Description: H:\Camera\IMG_20160127_104112.jpg


DAFTAR PUSTAKA

 

Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Fisika Tentang Fluida Dinamis

Makalah Budidaya Ikan Hias Cupang